RATIONALISM VS EMPIRICISM


RATIONALISM VS EMPIRICISM

Pertentangan yang terjadi antara kedua aliran ini kuat menyangkut tentang perbedaan doktrin epistemologi mereka. Rasionalisme menyakini bahwa pengetahuan kita idasarkan pada asas-asas a priori yang terdapat dalam rasio, bukan pada pengalaman empiris. Pengetahuan tentang jiwa, substansi atau ketuhanan misalnya, tidak dicapai lewat pengalaman indrawi, melainkan bersumber dari rasio. Sementara itu berseberangan dengan pendirian rasionalisme, empirisme menyakini bahwa pengetahuan kita berasal dari pengalaman, khususnya merupakan hasil observasi atau pencerapan indrawi.
Terdapat dua aspek umum dalam realisme yang digambarkan dengan melihat pada realisme mengenai dunia keseharian dari obyek makroskopik beserta sifat- sifatnya. Aspek pertama, yaitu terdapat sebuah klaim tentang dimensi eksistensi suatu obyek yang nyata (terlihat). Sementara itu, aspek yang kedua dari realisme tentang dunia keseharian dari obyek makroskopis beserta sifat-sifatnya memiliki dimensi kebebasan dalam hal kepercayaan yang dianut seseorang, bahasa yang digunakan, skema konseptual, dan sebagainya (realisme generik).Sifat dan penjelasan-penjelasan yang masuk akal dari paham realisme merupakan issu-issu yang hangat diperdebatkan dalam metafisik kontemporer mengenai berbagai obyek dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam aliran empiris terdapat tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan, misalnya apabila kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendeka, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderwi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab- akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit akibatnya.

A.     Pengantar
Perselisihan antara rasionalisme dan empirisme mengambil tempat dalam epistemologi, yang merupakan cabang filsafat dikhususkan untuk mempelajari alam, sumber dan batas-batas pengetahuan. Pertanyaan mendefinisikan epistemologi meliputi berikut ini.


1.   Apakah sifat pengetahuan proposisional, pengetahuan bahwa suatu proposisi tertentu tentang dunia itu benar?
Mengetahui proposisi tertentu membutuhkan baik yang kita percaya dan bahwa hal itu benar, tetapi juga jelas memerlukan sesuatu yang lebih, sesuatu yang membedakan pengetahuan dari sebuah menebak beruntung. Mari kita sebut 'surat perintah' ini unsur tambahan. Banyak kerja yang baik filsafat telah diinvestasikan dalam usaha untuk menentukan sifat dari unsur tambahan.

2. Bagaimana kita bisa memperoleh pengetahuan?
Kita dapat membentuk keyakinan benar hanya dengan membuat beberapa tebakan beruntung. Bagaimana kita bisa mendapatkan keyakinan diperlukan tidak jelas. Selain itu, untuk mengenal dunia, kita harus berpikir tentang hal ini, dan tidak jelas bagaimana kita memperoleh konsep yang kita gunakan dalam pemikiran atau apa jaminan, jika ada, kami memiliki cara-cara di mana kita membagi dunia dengan menggunakan konsep-konsep kita sesuai untuk divisi yang benar-benar ada.

3. Apa batas-batas pengetahuan kita?
Beberapa aspek dunia mungkin dalam batas-batas pemikiran kita tetapi di luar batas pengetahuan kita, dihadapkan dengan deskripsi bersaing dari mereka, kita tidak bisa tahu mana deskripsi benar. Beberapa aspek dari dunia bahkan mungkin di luar batas pikiran kita, sehingga kita tidak dapat membentuk deskripsi jelas dari mereka, apalagi tahu bahwa suatu deskripsi tertentu adalah benar.
Ketidaksepakatan antara rasionalis dan empiris terutama menyangkut pertanyaan kedua, tentang sumber konsep dan pengetahuan. Dalam beberapa kasus, ketidaksetujuan mereka pada topik ini membuat mereka untuk memberikan tanggapan yang bertentangan terhadap pertanyaan-pertanyaan lain juga. Mereka mungkin tidak setuju atas sifat surat perintah atau sekitar batas-batas pikiran kita dan pengetahuan. Fokus kami di sini akan di respon rasionalis dan empiris bersaing untuk pertanyaan kedua.

Rasionalisme
Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang pasti.
Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dari Dalam pengertian ini pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin akan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip tersebut.
Tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah rasionalisme ini antara lain:
Rene Descartes
Adalah seorang-orang yang berasal dari Perancis, mendapatkan ajaran pada biara katholik. Descartes membangun system filsafati yang melibatkan metode penelitian, metafisika, fisika, dan biologi mekanistik. Menurutnya, jika akan memulai harus ada pangkalmnyaà titik archimides. Pangkal yang yang dimaksud adalah pangkal pikir yang menyatakan “ Cogito ergo sum”, karena aku berpikir, jadi akau ada. Dengan demikian akal [berpikir] menjadi pangkal filsafatnya, oleh karenanya aliran ini dikenal rasionalisme.
Leibnitz.
Seorang Jerman yang pada usia 17 tahun telah menjadi sarjana, Teorinya menyatakan bahwa segala sesuatu itu terjadi dari monode, tidak ada hubungannya dengan luar, dan tidak mempunyai hubungan apa pun. Pengetahuan tidak berpangkal di luar diri kita, tetapi berpangkal pada diri kita sendiri, yaitu akal. Gagagasan cemerlangnya melahirkan doktrin “Doctrine of innate idea” [innate = dibawa sejak lahir]

Wolff.
Adalah seorang warga Jerman yang merupakan eksoponen dari aliran rasionalisme. Ia adalah seorang guru besar yang menyebarkan pokok-pokok pikiran rasionalis. Kita dapat memperoleh pengetahuan atas dasar rasio, terlepas dari pengalaman. Apa yang dikatakan rasio itulah yang benar. Dengan tegas menyatakan bahwa pengetahuan kita senantiasa berdasarkan innate ideas yang bersumber pada diri kita dan berpangkal dari rasio kita.

DEDUKSI diberi batasan sebagai penalaran dengan simpulan yang lebih sempit daripada wilayah premisnya. Cara kerja deduksi berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

Empirisme
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience.Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.
Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal.
Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat dijamin.
Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita mengatakan kepada dia bahwa seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menjelaskan bagaimana kita dapat sampai kepada kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan bahwa kita melihat harimau tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal tersebut jika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, dengan jalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.
Tokoh terkenal dalam kelompok aliran empiris ini antara lain :

John Locke (1632-1704)
Adalah seorang dokter yang berasal dari Inggris yang juga menjadi salah satu penasihat raja Inggris. Dalam berbicara sangat rigit dan berhati-hati, dan ungkapannya yang dikenal hingga saat “ Tidak ada sesuatu pada akal yang sebelumnya tidak ada pada indera kita”. Jadi, indera sebagai sesuatu hal yang primer, sedangkan akal sebagai hal yang sekunder yang fungsinya hanya sebagai penerima”
Dari ungkapanya menunjukkan bahwa John Lock menolak doktrin Rene Descartes “Doktrine of innate ideas”
Karya: Essay Concerning Human Understanding. Esai yang berkenaan dengan pemahaman manusia (1690)

George Berckeley (1685-1753)
Adalah seorang pendeta, dilahirkan di Irlandia di wilayah Kilkeni. Kakek moyangnya berasal dari Inggris Protestan. Pada tahun 1707 diangkat menjadi wakil uskup Derry, kemudian setelah sepuluh tahun menjadi uskup Coloin, kemudian meninggal pada tahun 1753. Pikirannya lebih radical dibanding dengan John Locke, ucapannya sangat tegas à Esse est percipi”à ada karena diamati”
Karya: A Treatise Concerning the participle of Human Knowledge.
Risalah mengenai Prinsip-prinsip Pengetahuan manusia [1790]

David Hume (1711-1776)
Hume mengatakan sesuai dengan ucapan Berckeley yakni “Esse est percipi”, mata saya menatap pada apa yang saya amati, kalimat inilah yang menunjukkan bahwa David saya terguh pendirianya, bahwa indera yang menuntun manusia menemukan pengetahuan.
Karya: A Treatise Of Human Nature

INDUKSI:
Adalah penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih luas daripada premisnya, sehingga merupakan cara berpikir dengan menarik simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah mengkondisikan berlanjutnya penalaran, dan sangat ekonomis.
Contoh  induksi
Jika seseorang akan melakukan penelitian dengan menggunakan metode induksi, maka harus melalui tahapan-tahapan berikut:
1. perumusana masalah: masalah yang hendak dicarikan penjelasan ilmiahnya.
2. pengajuan hipotesis:mengajukan penjelasan yang masih bersifat sementara untuk diuji lebih lanjut melalui verifikasi
3. pengambilan sample:pengumpulan data dari beberapa fakta particular yang dianggap bisa mewakili keseluruhan untuk keperluan penelitian lebih lanjut
4. Verifikasi:pengamatan disertai pengukuran statistic untuk memberi landasan bagi hipotesa
5. tesis: hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
B.     Persamaan dan perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisme
Terdapat dua aspek umum dalam realisme yang digambarkan dengan melihat pada realisme mengenai dunia keseharian dari obyek makroskopik beserta sifat- sifatnya. Aspek pertama, yaitu terdapat sebuah klaim tentang dimensi eksistensi suatu obyek yang nyata (terlihat). Sementara itu, aspek yang kedua dari realisme tentang dunia keseharian dari obyek makroskopis beserta sifat-sifatnya memiliki dimensi kebebasan dalam hal kepercayaan yang dianut seseorang, bahasa yang digunakan, skema konseptual, dan sebagainya (realisme generik).
Sifat dan penjelasan-penjelasan yang masuk akal dari paham realisme merupakan issu-issu yang hangat diperdebatkan dalam metafisik kontemporer mengenai berbagai obyek dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Hume (1999) di dalam aliran empiris terdapat tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan, misalnya apabila kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendeka, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderwi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab- akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit akibatnya. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini. Kebenaran yang bersifat a priori seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara a posteriori.
Perbedaan antara rasionalisme dengan empiris secara umum adalah kalau pada aliran rasionalisme pengetahuan itu berupa a priori, bersumber dari penalaran dan pembuktian-pembuktian pada logika dan matematika melalui deduksi, sedangkan pada aliran empirisisme pengetahuan bersumber pada pengalaman , terutama pada pengetahuan dalam pembuktian- pembutiannya melalui eksperimentasi, observasi, dan induksi.
Perbedaan antara Rasionalisme dan Empirisisme oleh Immanuel Kant diambil jalan tengahnya, yaitu Immanuel Kant mengajukan sintesis a priori. Menurutnya pengetahuan yang benar bersumber rasio dan empiris yang sekaligus bersifat a priori dan a posteriori. Sebagai gambaran, kita melihat suatu benda dikarenakan mata kita melihat ke arah benda tersebut (rasionalisme) dan benda tersebut memantulkan sinar ke mata kita (empirisme).
Menurut Edward (1967) secara terminologi rasionalisme dipandang sebagai aliran yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengalaman inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari diri sendiri, yaitu atas dasar asas-asas petama yang pasti.
Menurut Kattsoff (2004) rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesehatan terletak pada ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau dengan yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
Persamaan antara rasionalisme dan empirisme adalah rasio dan indra manusia sama-sama berperan dalam pembentukan pengetahuan.

C.    Pengaruh aliran Rasionalisme dan Empirisisme Terhadap Perkembangan Filsafat Matematika
Filsafat matematika lahir di Yunani Kuno yang ditemukan dan dikembangkan oleh para filsuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles dan juga oleh beberapa filsuf pra- Socrates, masalah filsafat matematika ini masih menjadi kajian filsuf-filsuf masa kini.
Pada abad ke-18 muncul salah seorang filsuf, yaitu Immanuel Kant (Shapiro:2000) yang termotivasi oleh perselisihan antara rasionalisme dan empirisisme yang mengungkapkan bahwa kebenaran-kebenaran dari geometri, aritmetika, dan aljabar bersifat „sintetik a priori’, yang berdasarkan pada ‘intuisi’. Selain Kant, muncul juga filsuf lain, yaitu John Struat Mill yang dalam pandangannya bahwa matematika dan logika berhubungan dengan perkara-perkara fakta. Mill menolak eksistnsi objek-objek abstrak, dan dia berupaya membangun geometri pada observasi.
Pengertian dari filsafat matematika adalah suatu filosopi yang menjelaskan kedua sifat fakta dan entitas matematika, dan cara di mana kita memiliki pengetahuan tentang keduanya. Tujuan filsafat matematika adalah untuk memberikan penjelasan tentang sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami tempat matematika dalam kehidupan kita.
Menurut David Ross filsafat matematika adalah suatu studi filsafat tentang konsep-konsep dan metode-metode matematika. Metode-metode ini dikhususkan pada bilangan-bilangan, objek geometri dan konsep-konsep matematika lainnya. Di antara ilmu-ilmu pengetahuan, matematika mempunyai sebuah hubungan yang unik ke filsafat, karena jaman dahulu, ahli filsafat sudah banyak berusaha untuk mengabdikan dalam menjelaskan sifat alami matematika.
Pada jaman Yunani, filsafat pada matematika sangat dipengaruhi oleh studi mereka yaitu geometri, sedangkan pada abad 20, filsafat matematika menyangkut hubungan antara logika dan matematika dan ditandai dengan minat yang dominan dalam logika formal, teori himpunan, dan isu-isu mendasar.
Menurut Aristoteles (Annas:1976), menyatakan bahwa obyek matematika seperti segitiga dan lingkaran adalah abstraksi dari percobaan, yaitu dari interaksi kita dengan berbagai benda-benda yang kira-kira berbentuk bulat yang membentuk konsep bola yang sempurna. Penalaran tentang bola secara umum bermuara pada penalaran tentang bidang spesifik yang kami temui, yaitu dengan sengaja kita mengabaikan fitur seperti ukuran, berat, dan material. Disiplin inilah perilaku yang memastikan bahwa kesimpulan secara umum, dan meskipun lingkungan bola yang dijumpai dalam pengalaman kita tidak sempurna.
Teori filosopis ini contoh awal pemicu ketegangan antara Plato dan Aristoteles yang memberikan keutamaan kepada konsep-konsep abstrak, dan orang-orang yang memberikan keutamaan kepada pengalaman. Hal ini telah membentuk dasar bagi perbedaan secara umum antara rasionalis dan empiris antara filsuf awal modern, ini sebagai alasan pertama mengambil matematika dan 'ide-ide bawaan' sebagai paradigma pengetahuan, dan yang kedua mendasarkan perhitungan mereka tentang pengetahuan dalam ilmu-ilmu empiris.
Berdasarkan pertentangan dan persamaan antara rasionalisme dan empirisme memotivasi berkembanganya para filsuf dibidang matematika sampai kini dengan berbagai alasannya dan juga berkembang berbagai paham lainnya dalam filsafat matematika.

D.    Dampak aliran Rasionalisme dan Empirisisme Terhadap Perkembangan Ilmu Matematika
Menurut Kartasasmita dan Wahyudin (2009) Matematika dalam hal ini geometri sudah mulai dikembangkan pada zaman Yunani klasik sepanjang tahun 600 sampai 300 S.M., tetapi kenyataannya sejarah matematika sendiri dimulai jauh sebelum itu. Matematika yang paling kuno menurut Friberg (1981) adalah Plimpton 322 (Babel matematika c 1900 SM) di Moskow Mathematical Papyrus (matematika Mesir sekitar 1850 SM), dan Rhind Mathematical Papyrus (matematika Mesir sekitar 1650 SM).
 Selanjutnya menurut Sitorus (1990) perkembangan matematika tumbuh di pantai-pantai Asia kecil di Gerik dan Itali ditemukan oleh seorang sudagar kaya dari Mesir, yaitu Thales ( 640 – 546 BC), ia mempelajari Matematika mesir dan mengagumi piramida kemudian menghitung tinggi piramida dengan bantuan bayangannya. Thales mengambil sebuah tongkat, misalnya PQ, ia membuat lingkaran pusat P jari-jari sama dengan PQ. Pada saat itu Thales melakukannya di pagi hari yang cerah, sehingga bayangan Q jatuh tepat pada tepi lingkaran atau bayangan PQ=PR, pada saat itu pula bayangan T jatuh di titik S, sehingga KS dapat diukur.
Berarti MS=TM=t tinggi piramida. Sebut MK = AB = a (setengah alas piramida)
dapat diukur. KS = b dapat diukur. Jadi t = a + b. demikian metoda bayangan dari Thales. Thales adalah orang pertama yang namanya dikaitkan dengan suatu penemuan, yakni dalil Thales. Dalil Thales tersebut adalah garis-garis sejajar akan memotong dua garis atas perbandingan-perbandingan seharga, misalnya AP : PB = DQ : QC. Dalil ini masih dipelajari di SMP atau di SMA sekarang ini, selain itu juga Thales orang pertama yang menemukan sifat-sifat geometri seperti berikut ini:
1. Diameter membagi dua sama besar suatu lingkaran
2. Sudut alas suatu segitiga sama kaki, sama besar
3. Sudut siku yang dibentuk dua garis berpotongan tegaklurus sama besar
4. Dua segitiga kongruen jika dua sudut dan satu kaki yang bersesuaian dari sudut itu, sama besar
Walaupun teori ini sederhana menurut kita sekarang, tetapi Thales orang pertama yang menyusun teori ini bukan hanya berdasarkan pengalaman (empiris) tetapi juga berdasarkan pemikiran yang logis (rasio).
Salah seorang yang mengembangkan matematika di Eropah pada Abad 17 adalah Galileo Galilei, ia mengamati lampu gantung di Gereja Pisa dan mendapatkan bahwa periode ayunan lampu tidak tergantung pada panjang busur ayunannya dan membuktikan bahwa periode ayunan tidak tergantung kepada beban bandulnya, dan penemuan lainnya yaitu bahwa kecepatan benda jatuh tidak tergantung pada berat benda itu. Penemuan Galileo ini memberi pandangan baru terhadap ilmu pengetahuan yaitu keselarasan antara ekspeimen dengan teori.
Perkembangan cabang-cabang matematika mulai zaman sebelum Masehi sampai sekarang seperti aritmetika, geometri kalkulus, aljabar, statistik dan analisis beserta pembuktian-pembuktian yang telah ditemukan oleh para ahli matematika dapat kita pelajari sampai sekarang. Apabila kita mengkaji baik teori maupun bukti- bukti dari teorema-teorema cabang-cabang matematika tersebut maka ini tidak terlepas dari penemuan-penemuan para akhli matematika dan filsafat matematika beserta paham yang dianutnya dalam hal ini adalah paham rasionalisme dan empirisisme.
Berdasarkan perbedaan dan persamaan dari paham rasionalisme dan empirisisme, maka kontribusi kedua paham tersebut terhadap perkembangan matematika antara lain dalam hal pembuktian-pembuktian suatu teorema, yaitu dengan menggunakan akal (rasio) dan pengalaman indera (empirisis) untuk merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam pikiran.

0 komentar:

Posting Komentar